Membangun Argumen tentang Dinamika dan Tantangan Identitas Nasional Indonesia

Tags

Setelah kita menelusuri konsep identitas nasional menurut sumber historis, sosiologis, dan politis, apakah tantangan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini?

Membangun Argumen tentang Dinamika dan Tantangan Identitas Nasional Indonesia

Coba perhatikan sejumlah kasus dan peristiwa dalam kehidupan sehari-hari seperti berikut ini:

  1. Lunturnya nilai-nilai luhur dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara (contoh: rendahnya semangat gotong royong, kepatuhan hukum, kepatuhan membayar pajak, kesantunan, kepedulian, dan lainlain) 
  2. Nilai –nilai Pancasila belum menjadi acuan sikap dan perilaku sehari-hari (perilaku jalan pintas, tindakan serba instan, menyontek, plagiat, tidak disiplin, tidak jujur, malas, kebiasaan merokok di tempat umum, buang sampah sembarangan, dan lain-lain)
  3. Rasa nasionalisme dan patriotisme yang luntur dan memudar (lebih menghargai dan mencintai bangsa asing, lebih mengagungkan prestasi bangsa lain dan tidak bangga dengan prestasi bangsa sendiri, lebih bangga menggunakan produk asing daripada produk bangsa sendiri, dan lain-lain) 
  4. Lebih bangga menggunakan bendera asing dari pada bendera merah putih, lebih bangga menggunakan bahasa asing daripada menggunakan bahasa Indonesia. 
  5. Menyukai simbol-simbol asing daripada lambang/simbol bangsa sendiri, dan lebih mengapresiasi dan senang menyanyikan lagu-lagu asing daripada mengapresiasi lagu nasional dan lagu daerah sendiri.
Tantangan dan masalah yang dihadapi terkait dengan Pancasila telah banyak mendapat tanggapan dan analisis sejumlah pakar. Seperti Azyumardi Azra (Tilaar, 2007), menyatakan bahwa saat ini Pancasila sulit dan dimarginalkan di dalam semua kehidupan masyarakat Indonesia karena:
  1. Pancasila dijadikan sebagai kendaraan politik;
  2. Adanya liberalisme politik; dan
  3. Lahirnya desentralisasi atau otonomi daerah.
Menurut Tilaar (2007), Pancasila telah terlanjur tercemar dalam era Orde Baru yang telah menjadikan Pancasila sebagai kendaraan politik untuk mempertahankan kekuasaan yang ada. Liberalisme politik terjadi pada saat awal reformasi yakni pada pasca pemerintahan Orde Baru. Pada saat itu, ada kebijakan pemerintahan Presiden Habibie yang menghapuskan ketentuan tentang Pancasila sebagai satu-satunya asas untuk organisasi kemasyarakatan termasuk organisasi partai politik. 

Sedangkan, lahirnya peraturan perundangan tentang desentralisasi dan otonomi daerah seperti lahirnya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 yang diperbaharui menjadi Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah telah berdampak positif dan negatif. Dampak negatifnya antara lain munculnya nilai-nilai primordialisme kedaerahan sehingga tidak jarang munculnya rasa kedaerahan yang sempit.

Bagaimana upaya menyadarkan kembali bangsa Indonesia terhadap pentingnya identitas nasional dan memfasilitasi serta mendorong warga negara agar memperkuat identitas nasional?

Disadari bahwa rendahnya pemahaman dan menurunnya kesadaran warga negara dalam bersikap dan berperilaku menggunakan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara khususnya pada era reformasi bangsa Indonesia bagaikan berada dalam tahap disintegrasi karena tidak ada nilai-nilai yang menjadi pegangan bersama. Padahal bangsa Indonesia telah memiliki nilainilai luhur yang dapat dijadikan pegangan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, yakni Pancasila. Warisan agung yang tak ternilai harganya dari para the founding fathers adalah Pancasila. 


Bagaimana strategi yang Anda dapat tawarkan/usulkan untuk memahami, menghayati, dan mengamalkan Pancasila?

Selanjutnya, tentang luntur dan memudarnya rasa nasionalisme dan patriotisme perlu mendapat perhatian.

Apa yang menjadi penyebab masalah ini? Apabila orang lebih menghargai dan mencintai bangsa asing, tentu perlu dikaji aspek/bidang apa yang dicintai tersebut. Bangsa Indonesia perlu ada upaya yakni membuat strategi agar apa yang dicintai tersebut beralih kepada bangsa sendiri. 

Demikian pula, apabila orang Indonesia lebih mengagungkan prestasi bangsa lain dan tidak bangga dengan prestasi bangsa sendiri, sebenarnya sesuatu yang aneh. Hal ini perlu ada upaya dari generasi baru bangsa Indonesia untuk mendorong agar bangsa Indonesia membuat prestasi yang tidak dapat dibuat oleh bangsa asing.

Demikian pula, apabila orang Indonesia lebih bangga menggunakan produk asing daripada produk bangsa sendiri, hendaknya bangsa Indonesia mampu mendorong semangat berkompetisi. Intinya, bangsa Indonesia perlu didorong agar menjadi bangsa yang beretos kerja tinggi, rajin, tekun, ulet, tidak malas, serta menjunjung tinggi nilai kejujuran. 

Semua nilai-nilai tersebut telah tercakup dalam Pancasila sehingga pada akhirnya semua permasalahan akan terjawab apabila bangsa Indonesia mampu dan berkomitmen untuk mengamalkan Pancasila. 

Bagaimana menghadapi tantangan terkait dengan masalah kecintaan terhadap bendera negara merah putih, pemeliharaan bahasa Indonesia, penghormatan terhadap lambang negara dan simbol bangsa sendiri, serta apresiasi terhadap lagu kebangsaan?

Pada hakikatnya, semua unsur formal identitas nasional, baik yang langsung maupun secara tidak langsung diterapkan, perlu dipahami, diamalkan, dan diperlakukan sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku. Permasalahannya terletak pada sejauh mana warga negara Indonesia memahami dan menyadari dirinya sebagai warga negara yang baik yang beridentitas sebagai warga negara Indonesia. 

Oleh karena itu, warga negara yang baik akan berupaya belajar secara berkelanjutan agar menjadi warga negara bukan hanya baik tetapi cerdas (to be smart and good citizen).

Artikel Terkait

I'm Simple!!! Thanks to visit my profil

Terimakasih Sudah Meluangkan Waktu Berkunjung Di Blog Ini 😁


EmoticonEmoticon