Contoh Laporan Individu: Resume Materi Dasar-Dasar Pemahaman Prilaku

Pada kesempatan kali ini saya akan membagikan sebuah contoh laporan individu yang berjudul tentang resume materi dasar-dasar pemahaman prilaku.

Untuk lebih jelasnya silahkan simak ulasannya berikut ini.


TUGAS INDIVIDU
RESUME MATERI MATA KULIAH
DASAR DASAR PEMAHAMAN PRILAKU
Diampu oleh:
MUDAIM, M.Si

Materi Dasar-Dasar Pemahaman Prilaku

Disusun Oleh :
Irvan hermawanto                12130005

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb.

            Puji syukur kehadirat tuhan yang maha esa yang telah melimpahkan rahmatnya dan karunia-nya, sehingga kami dapat menyelesaikan resume mata kuliah dasar-dasar pemahaman prilaku dengan lancar.

            resume dalam makalah ini kami susun berdasarkan sumber-sumber yang kami dapat sesuai dengan mata kuliah di atas dan kami susun seringkas-ringkasnya, di harapkan dapat di mengerti dan di pahami.

            Kami harap pembaca dapat memberikan kritik dan saran. Karena kami menyadari makalah yang di buat ini sangat kurang dari sempurna.

Akhir kata kami ucapkan terimakasih kepada dosen mata kuliah dasar-dasar pemahaman prilaku dan semua pihak yang ikut membimbing dalam penyusunan makalah ini.


Wasalamualaikum Wr.Wb.

Metro, ......................


Penulis
    

TEORI BEHAVIORISTIK

Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.

Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.

Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara Stimulus dan Respon (Slavin, 2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. 

Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.

Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.

Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi:
  • Reinforcement and Punishment;
  • Primary and Secondary Reinforcement;\
  • Chedules of Reinforcement;
  • Contingency Management;
  • Stimulus Control in Operant Learning;
  • The Elimination of Responses (Gage, Berliner, 1984).
Teori behavioristik sering kali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan atau belajar yang tidak dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan alasan-alasan yang mengacaukan hubungan antara stimulus dan respon ini dan tidak dapat menjawab hal-hal yang menyebabkan terjadinya penyimpangan antara stimulus yang diberikan dengan responnya.

Namun kelebihan dari teori ini cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shapping yaitu membawa siswa menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik untuk tidak bebas berkreasi dan berimajinasi.

TEORI S-R

Teori ini menunjukan sebagai proses aksi (Stimulus) dan reaksi (Respon) yang sangat sederhana. Sebagai contoh bila seorang lelaki berkedip mata kepada seorang wanita, dan kemudian wanita itu tersipu malu itulah yang dimaksud teori S-R. Jadi teori S-R mengasumsikan bahwa kata-kata verbal (lisan–tulisan), isyarat-isyarat nonverbal, gambar-gambar, dan tindakan-tindakan tertentu akan merangsang orang lain untuk memberikan respon dengan cara tertentu. Maka teori ini dapat dianggap sebagai proses pertukaran atau perpindahan informasi. Proses ini dapat bersifat timbal balik dan mempunyai banyak efek. Setiap efek dapat mengubah tindakan komunikasi berikutnya.

Dalam Proses perpindahan informasi ada dua kemungkinan respon yang akan terjadi setelah stimuli diberikan oleh komunikator, yaitu reaksi negative dan positif. Reaksi positif terjadi apabila komunikan menerima stimuli dari komunikator dan memberikan reaksi seperti apa yang diharapkan oleh sang komunikator. 

Sebagai contoh jika anda bertemu dengan teman anda dan anda melambaikan tangan kepadanya kemudian anda juga mendapat lambaian tangan darinya ini merupakan sebuah respon positf yang ditunjukan oleh teman anda sebagai komunikan, namun jika lambaian tangan anda tersebut dibalas oleh teman anda dengan memalingkan wajah maka dapat dikatakan proses penyampaian pesan anda berlangasung negative.

Teori S-R mengabaikan komunikasi sebagai suatu proses, khususnya yang berkenaan dengan faktor manusia. Secara implisit ada asumsi dalam teori S-R ini bahwa perilaku (respon) manusia dapat diramalkan. Ringkasnya, komunikasi dianggap statis. 

Manusia dianggap berperilaku karena kekuatan dari luar (stimulus), bukan berdasarkan kehendak,keinginan atau kemauan bebasnya. Model inilah yang kemudian mempengaruhi suatu teori klasik komunikasi yaitu Hypodermic Needle atau teori jarum suntik. Asumsi dari teori inipun tidak jauh berbeda dengan model S-R, yakni jika kita menggunakan media sebagai kasusnya maka media secara langsung dan cepat memiliki efek yang kuat tehadap komunikan. Artinya media diibaratkan sebagai jarum suntik besar yang memiliki kapasitas sebagai perangsang (S) dan menghasilkan tanggapan (R) yang kuat pula.

TEORI S-O-R

Dimulai pada tahun 1930-an, lahir suatu model klasik komunikasi yang banyak mendapat pengaruh teori psikologi, Teori S-O-R singkatan dari Stimulus-Organism-Response. Objek material dari psikologi dan ilmu komunikasi adalah sama yaitu manusia yang jiwanya meliputi komponen-komponen : sikap, opini, perilaku, kognisi afeksi dan konasi.

Asumsi dasar dari teori ini adalah: media massa menimbulkan efek yang terarah, segera dan langsung terhadap komunikan. Stimulus Response Theory atau S-R theory memiliki kapasitas sebagai perangsang (S) dan menghasilkan tanggapan ( R) yang kuat pula. Pada dasarnya sebagai manusia kemampuan kita sangat terbatas untuk berhubungan dengan lingkungan kita serta dengan sesama kita. 

Secara fisiologis, setidak-tidaknya kita hanya memiliki lima alat indera. Fenomena lingkungan itu yang terkandung dalam banyak penjelasan psikologis, termasuk penjelasan teoritis di luar kecenderunagn behaviorisme, adalah konsep stimuli sebagai satuan masukan alat indera. Akan tetapi, apa yang membuat objek itu sebagai stimulus bukanlah karena ia ada dalam lingkungan manusia akan tetapi karena ia diterima sebagai satu satuan yang dapat diterima oleh alat indera manusia.

Stimuli memberikan alat input kepada alat indera dan akibatnya memberikan data yang dipergunakan dalam penjelasan tentang perilaku manusia. Hal ini memberikan gambaran bahwa manusia adalah makhluk yang peka terhadap rangsangan di lingkungannya, secara alamiah memang berlaku hukum ada aksi maka ada reaksi. 

Teori S-O-R menjelaskan bagaimana suatu rangsangan mendapatkan respon. Tingkat interaksi yang paling sederhana terjadi apabila seseorang melakukan tindakan dan diberi respon oleh orang lain. Menurut Fisher istilah S-R kurang tepat karena adanya intervensi organisme antara stimulus dan respon sehingga dipakai istilah S-O-R (Stimulus-Organisme-Respon). Teori S-O-R beranggapan bahwa organisme menghasilkan perilaku jika ada kondisi stimulus tertentu pula. Jadi efek yang timbul adalah reaksi khusus terhadap stimulus.

Hosland, et al (1953) mengatakan bahwa proses perubahan perilaku pada hakekatnya sama dengan proses belajar. Proses perubahan perilaku tersebut menggambarkan proses belajar pada individu yang terdiri dari :
Stimulus (rangsang) yang diberikan pada organisme dapat diterima atau ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus itu tidak efektif mempengaruhi perhatian individu dan berhenti disini. Tetapi bila stimulus diterima oleh organisme berarti ada perhatian dari individu dan stimulus tersebut efektif.
Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organisme (diterima) maka ia mengerti stimulus ini dan dilanjutkan kepada proses berikutnya.
Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang telah diterimanya (bersikap).
Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut (perubahan perilaku).
Selanjutnya teori ini mengatakan bahwa perilaku dapat berubah hanya apabila stimulus (rangsang) yang diberikan benar-benar melebihi dari stimulus semula. Stimulus yang dapat melebihi stimulus semula ini berarti stimulus yang diberikan harus dapat meyakinkan organisme. Dalam meyakinkan organisme ini, faktor reinforcement memegang peranan penting.
Proses perubahan sikap tampak bahwa sikap dapat berubah, hanya jika stimulus yang menerpa benar-benar melebihi semula. Mengutip pendapat Hovland, Janis dan Kelley yang menyatakan bahwa dalam menelaah sikap yang baru ada tiga variabel penting yaitu :
  • Perhatian,
  • Pengertian, dan
  • Penerimaan.
Teori ini mendasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme. Artinya kualitas dari sumber komunikasi (sources) misalnya kredibilitas, kepemimpinan, gaya berbicara sangat menentukan keberhasilan perubahan perilaku seseorang, kelompok atau masyarakat.

Contoh Penerapan Teori S-O-R

Iklan televisi merupakan sarana memperkenalkan produk kepada konsumen. Keberadaanya sangat membantu pihak perusahaan dalam mempengaruhi afeksi pemirsa. Ia menjadi kekuatan dalam menstimulus pemirsa agar mau melakukan tindakan yang diinginkan. Secara substansi iklan televisi memiliki kontribusi dalam memformulasikan pesan-pesan kepada pemirsa. Akibatnya secara tidak langsung pemirsa telah melakukan proses belajar dalam mencerna serta mengingat pesan yang telah diterimanya. Kondisi ini tentunya tanpa disadari sebagai upaya mengubah sikap pemirsa.

Senada dengan yang diungkapkan oleh Hovland, Janis dan Kelley diatas (pada uraian teori S-O-R) yang menyatakan ada tiga variabel penting dalam menelaah sikap yang dirumuskan dalam teori S-O-R, secara interpretatif iklan televisi merupakan stimulus yang akan ditangkap oleh organisme khalayak. Komunikasi akan berlangsung jika ada perhatian dari komunikan. 

Proses berikutnya komunikan mengerti. Kemampuan komunikan inilah yang melanjutkan proses berikutnya. Setelah komunikan mengolahnya dan menerimanya, maka terjadilah kesediaan untuk mengubah sikap. Dalam hal ini, perubahan sikap terjadi ketika komunikan memiliki keinginan untuk membeli atau memakai produk yang iklannya telah disaksikan di televisi.

Pendekatan teori S-O-R lebih mengutamakan cara-cara pemberian imbalan yang efektif agar komponen konasi dapat diarahkan pada sasaran yang dikehendaki. Sedangkan pemberian informasi penting untuk dapat berubahnya komponen kognisi. Komponen kognisi itu merupakan dasar untuk memahami dan mengambil keputusan agar dalam keputusan itu terjadi keseimbangan. Keseimbangan inilah yang merupakan system dalam menentukan arah dan tingkah laku seseorang. Dalam penentuan arah itu terbentuk pula motif yang mendorong terjadinya tingkah laku tersebut. Dinamika tingkah laku disebabkan pengaruh internal dan eksternal.

Dalam teori S-O-R, pengaruh eksternal ini yang dapat menjadi stimulus dan memberikan rangsangan sehingga berubahnya sikap dan tingkah laku seseorang. Untuk keberhasilan dalam mengubah sikap maka komunikator perlu memberikan tambahan stimulus (penguatan) agar penerima berita mau mengubah sikap. Hal ini dapat dilakukan dalam barbagai cara seperti dengan pemberian imbalan atau hukuman. 

Dengan cara demikian ini penerima informasi akan mempersepsikannya sebagai suatu arti yang bermanfaat bagi dirinya dan adanya sanksi jika hal ini dilakukan atau tidak. Dengan sendirinya penguatan ini harus dapat dimengerti, dan diterima sebagai hal yang mempunyai efek langsung terhadap sikap. Untuk tercapainya ini perlu cara penyampaian yang efektif dan efisien.

Jika kita amati dari sisi keterpengaruhan, maka secara pragmatis iklan televisi mudah mempengaruhi kelompok remaja dibandingkan kelompok dewasa. Artinya, jika teori S-O-R kita hubungkan dengan keberadaan remaja, maka kekuatan rangsangan iklan televisi begitu kental dalam memantulkan respon yang sebanding. Sistem seleksi yang semestinya melalui proses penyaringan yang ketat terkalahkan oleh sifat mudah dipengaruhi. Akibatnya terjadi pergeseran implementasi toritikal dari teori S-O-R menjadi teori S-R. Artinya, respon yang ditimbulkan sebagai konsekuensi adanya stimulus iklan televisi yang diterima remaja tanpa melalui filter organisme yang ketat.

Perbedaan antara S-R dan S-O-R. adalah adanya proses modifikasi sebuah pesan yang dilakukan oleh individu atau manusia atau dalam konteks bahasan ini sebagai Organisme ( dalam teori S-O-R ) dalam menerima sebuah stimuli (pesan) yang berpengaruh terhadap apa yang akan dilakukannya ( reaksi ).

IMPLIKASI TEORI BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN TEORI BEHAVIORISME

Menurut teori belajar ini adalah perubahan tingkah laku, seseorang dianggap belajar sesuatu bila ada menunjukkan perubahan tingkah laku. Misalnya, seorang siswa belum bisa membaca maka betapapun gurunya berusaha sebaik mungkin mengajar atau bahkan sudah hafal huruf A sampai Z di luar kepala, namun bila siswa itu gagal mendemonstrasikan kemampuannya dalam membaca, maka siswa itu belum bisa dikatakan belajar. Ia dikatakan telah belajar apabila ia menunjukkan suatu perubahan dalam tingkah laku (dari tidak bisa menjadi bisa membaca). 

Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.

Menurut teori ini yang terpenting adalah masukan atau input yaitu berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respons. Sedangkan apa yang terjadi diantara stimulus dan respons itu dianggap tidak penting diperhatikan sebab tidak bisa diamati. Yang bisa diamati adalah stimulus dan respons, misalnya stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa tersebut dalam rangka membantu siswa untuk belajar. Stimulus ini berupa rangkaian alfabet, beberapa kalimat atau bacaan, sedangkan respons adalah reaksi siswa terhadap stimulus yang diberikan gurunya.

Menurut teori behaviorisme apa saja yang diberikan guru (stimulus) dan apa saja yang dihasilkan siswa (respons) semua harus bisa diamati, diukur, dan tidak boleh hanya implisit (tersirat). Faktor lain yang juga penting adalah faktor penguat (reinforcement). Penguat adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respons. Bila penguatan ditambah (positive reinforcement) maka respons akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi (negative reinforcement) responspun akan tetap dikuatkan.. Misalnya bila seorang anak bertambah giat belajar apabila uang sakunya ditambah maka penambahan uang saku ini disebut sebagai positive reinforcement. Sebaliknya jika uang saku anak itu dikurangi dan pengurangan ini membuat ia makin giat belajar, maka pengurangan ini disebut negative reinforcement.

Prinsip-prinsip teori behaviorisme yang banyak dipakai didunia pendidikan ialah (Harley & Davies, 1978 dalam Toeti, 1997):
  1. Proses belajar dapat berhasil dengan baik apabila si belajar ikut berpartisipasi secara aktif didalamnya
  2. Materi pelajaran dibentuk dalam bentu unit-unit kecil dan diatur berdasarkan urutan yang logis sehingga si belajar mudah mempelajarinya
  3. Tiap-tiap respons perlu diberi umpan balik secara langsung, sehingga si belajar dapat mengetahui apakah respons yang diberikan telah benar atau belum
  4. Setiap kali si belajar memberikan respons yang benar maka ia perlu diberi penguatan. Penguatan positif ternyata memberikan pengaruh yang lebih baik daripada penguatan negatif
Adapun kritik terhadap teori behaviorisme adalah:
  1. Asumsi pokoknya bahwa semua hasil belajar yang berupa perubahan tingkah laku yang bisa diamati, juga dianggap terlalu menyederhanakan masalah belajar yang sesungguhnya. Tidak semua hasil belajar bisa diamati dan diukur, paling tidak dalam tempo seketika.
  2. Teori ini tidak mampu menjelaskan proses belajar yang kompleks.
  3. Aplikasi teori belajar behaviorisme dalam pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pelopor terpenting teori ini antara lain adalah : Pavlov, Watson, Skinner, Thorndike, Hull, dan Guthrie.
PENGERTIAN TEORI HUMANISTIK.

Konsep Dasar Teori Belajar Humanistik

Dalam teori belajar humanistik proses belajar harus berhulu dan bermuara  pada manusia itu sendiri. Meskipun teori ini sangat menekankan pentingya isi dari proses belajar, dalam kenyataan teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. 
Dengan  kata lain, teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang paling ideal dari pada belajar seperti apa adanya, seperti apa yang bisa kita amati dalam dunia keseharian.. Teori apapun dapat dimanfaatkan asal tujuan untuk “memanusiakan manusia” (mencapai aktualisasi diri dan sebagainya) dapat tercapai.

Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.

Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka

Menurut hemat kami, Teori Belajar Humanistik adalah suatu teori dalam pembelajaran yang mengedepankan bagaimana memanusiakan manusia serta peserta didik mampu mengembangkan potensi dirinya.

Para ahli humanistik melihat adanya dua bagian pada proses belajar, ialah :
  • Proses pemerolehan informasi baru,
  • Personalia informasi ini pada individu

TEORI HUMANISTIK ARTHUR COMBS, ABRAHAM MASLOW, DAN CARL ROGERS

1.    Teori humanistik Arthur Combs (1912-1999)          
Arthur Combs bersama dengan Donald Syngg menyatakan bahwa belajar terjadi apabila mempunyai arti bagi individu tersebut. Artinya bahwa dalam kegiatan pembelajaran guru tidak boleh memaksakan materi yang tidak disukai oleh siswa. Sehingga siswa belajar sesuai dengan apa yang diinginkan tanpa adanya paksaan sedikit pun. Sebenarnya hal tersebut terjadi tak lain hanyalah dari ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesautu yang tidak akan memberikan kepuasan bagi dirinya.
Sehingga guru harus lebih memahami perilaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain. 
Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa diri siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya.

2.    Teori Humanistik Abraham Maslow
Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal: suatu usaha yang positif untuk berkembang; kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu. Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. 
Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri.
Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan ras aman dan seterusnya. 
Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang harus diperharikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.

3. Teori Humanistik Carl Rogers
Seorang psikolog humanistik yang menekankan perlunya sikap salaing menghargai dan tanpa prasangka dalam membantu individu mengatasi masalah-masalahkehidupannya. Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran.
Ada beberapa Asumsi dasar teori Rogers adalah: Kecenderungan formatif; Segala hal di dunia baik organik maupun non-organik tersusun dari hal-hal yang lebih kecil; Kecenderungan aktualisasi; Kecenderungan setiap makhluk hidup untuk bergerak menuju ke kesempurnaan atau pemenuhan potensial dirinya. Tiap individual mempunyai kekuatan yang kreatif untuk menyelesaikan masalahnya.

Prinsip-prinsip Teori Belajar Humanistik

Beberapa prinsip Teori belajar Humanistik:
  1. Manusia mempunyai belajar alami 
  2. Belajar signifikan terjadi apabila materi plajaran dirasakan murid mempuyai relevansi dengan maksud tertentu 
  3. Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya. 
  4. Tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasarkan bila ancaman itu kecil. 
  5. Bila bancaman itu rendah terdapat pangalaman siswa dalam memperoleh cara. 
  6. Belajar yang bermakna diperolaeh jika siswa melakukannya 
  7. Belajar lancer jika siswa dilibatkan dalam proses belajar                                              
Aplikasi dan Implikasi Humanisme
a.    Guru Sebagai Fasilitator
Psikologi humanisme memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator :
  1. Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas 
  2. Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum. 
  3. Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi. 
  4. Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka. 
  5. Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok. 
  6. Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok 
  7. Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat berperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain. 
  8. Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa
Aplikasi Teori Humanistik Terhadap Pembelajaran Siswa

Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.

Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri , mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.

Pembelajaran berdasarkan teori humanisme ini cocok untuk diterpkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku.

TEORI KOGNITIF

Istilah “Cognitive” berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian, mengerti. Pengertian yang luasnya cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan. Dalam perkembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu wilayah psikologi manusia / satu konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan masalah pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, pertimbangan, membayangkan, memperkirakan, berpikir dan keyakinan. 

Termasuk kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan rasa. Menurut para ahli jiwa aliran kognitifis, tingkah laku seseorang itu senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi.

Teori Kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget, seorang psikolog Swiss yang hidup tahun 1896-1980. Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikolog perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan, yang bagi Piaget, berarti kemampuan untuk secara lebih tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan.

Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya schemata—skema tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya— dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental. 

Teori ini digolongkan ke dalam konstruktivisme, yang berarti, tidak seperti teori nativisme (yang menggambarkan perkembangan kognitif sebagai pemunculan pengetahuan dan kemampuan bawaan), teori ini berpendapat bahwa kita membangun kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya terhadap lingkungan.

Menurut teori ini, belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati. Asumsi dasar teori ini adalah setiap orang telah mempunyai pengalaman dan pengetahuan dalam dirinya. Pengalaman dan pengetahuan ini tertata dalam bentuk struktur kognitif. Menurut teori ini proses belajar akan berjalan baik bila materi pelajaran yang baru beradaptasi secara klop dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa.

Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar itu sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati.

Salah satu tokoh kognitivisme adalah Jean Piaget membagi proses belajar manusia dalam tiga tahapan, yaitu :
  1. Asimilasi. Yaitu, proses penggabungan informasi baru ke dalam struktur kognitif yang sudah ada dan terekam dalam benak si pembelajar sebelumnya.
  2. Akomodasi. Yaitu, penyelarasan struktur kognitif dalam situasi yang baru diterimanya.
  3. Equilibrasi. Yaitu,penyelarasan dalam pengkombinasian antara asimilasi dengan akomodasi.
Contoh Penerapan Teori Kognitif Piaget

Untuk memudahkan Anda memahami teori kognitif Piaget berdasarkan ketiga tahapan di atas, maka ditampilkan contohnya. Jika seorang siswa SD kelas satu sudah belajar dan mengenal jenis-jenis huruf. lalu gurunya memperkenalkan cara menggabungkan huruf hingga bisa dibaca dalam bunyi kata, Maka proses penyatuan antara jenis huruf yang ada di benak si murid dengan proses penggabungan huruf hingga bisa dibaca dalam bentuk (informasi baru). 

Inilah yang dinamakan dengan asimilasi. Sedangkan akomodasinya, jika siswa diberi  soal latihan membaca kata demi kata lalu ia bisa menerapkan ilmu yang dimilikinya dan berhasil menjawabnya. Adapun equilibrasinya terletak pada kemampuannya dengan proses penggabungan huruf hingga bisa dibaca menjadi bunyi kata  dan ia dapat terus mengembangkan dan menambah ilmunya. Tak hanya itu, ia  sekaligus dapat menjaga stabilitas mental di dalam dirinya.

Prinsip kognitif banyak dipakai di dunia pendidikan, khususnya terlihat pada perancangan suatu sistem instruksional, prinsip-prinsip tersebut antara lain:
  1. Seseorang yang belajar akan lebih mampu mengingat dan memahami sesuatu apabila pelajaran tersebut disusun berdasarkan pola dan logika tertentu 
  2. Penyusunan materi pelajaran harus dari sederhana ke kompleks
  3. Belajar dengan memahami akan jauh lebih baik daripada dengan hanya menghafal tanpa pengertian penyajian.
Aplikasi teori belajar kognitif dalam pembelajaran, guru harus memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya, anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar belajar menggunakan benda-benda konkret, keaktifan siswa sangat dipentingkan, guru menyusun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana ke kompleks, guru menciptakan pembelajaran yang bermakna, memperhatian perbedaan individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa.

Implikasi Teori Belajar dalam PembelajaranTeori Kognitif

Piaget menjabarkan implikasi teori kognitif pada pendidikan yaitu Memusatkan perhatian kepada cara berpikir atau proses mental anak, tidak sekedar kepada hasilnya. Guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada hasil tersebut. 

Pengalaman–pengalaman belajar yang sesuai dikembangkan dengan memperhatikan tahap fungsi kognitif dan jika guru penuh perhatian terhadap Pendekatan yang digunakan siswa untuk sampai pada kesimpulan tertentu, barulah dapat dikatakan guru berada dalam posisi memberikan pengalaman yang dimaksud,

Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan belajar. Dalam kelas, Piaget menekankan bahwa pengajaran pengetahuan jadi ( ready made knowledge ) anak didorong menentukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi spontan dengan lingkungan, Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan per- kembangan. 

Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh dan melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbungan itu berlangsung pada kecepatan berbeda. Oleh karena itu guru harus melakukan upaya untuk mengatur aktivitas di dalam kelas yang terdiri dari individu–individu ke dalam bentuk kelompok–kelompok kecil siswa daripada aktivitas dalam bentuk klasikal,

Mengutamakan peran siswa untuk saling berinteraksi. Menurut Piaget, pertukaran gagasan–gagasan tidak dapat dihindari untuk perkembangan penalaran. Walaupun penalaran tidak dapat diajarkan secara langsung, perkembangannya dapat disimulasi.

KONSEP DASAR PERILAKU SOSIAL (PERSEPSI DAN KOGNISI SOSIAL)

1. PERSEPSI

Pengertian Persepsi

Persepsi merupakan suatu proses bagaimana seseorang menyeleksi, mengatur dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi dan pengalaman-pengalaman yang ada dan kemudian menafsirkannya untuk menciptakan keseluruhan gambaran yang berarti.

Proses Persepsi dan Sifat Persepsi

Proses persepsi melalui tiga tahap, yaitu:
  1. Tahap penerimaan stimulus, baik stimulus fisik maupun stimulus sosial melalui alat indera manusia, yang dalam proses ini mencakup pula pengenalan dan pengumpulan informasi tentang stimulus yang ada
  2. Tahap pengolahan stimulus sosial melalui proses seleksi serta pengorganisasian informasi.
  3. Tahap perubahan stimulus yang diterima individu dalam menanggapi lingkungan melalui proses kognisi yang dipengaruhi oleh pengalaman, cakrawala, serta pengetahuan individu.
Menurut Newcomb (dalam Arindita, 2003), ada beberapa sifat yang menyertai proses persepsi, yaitu:
  1. Konstansi (menetap): Dimana individu mempersepsikan seseorang sebagai orang itu sendiri walaupun perilaku yang ditampilkan berbeda-beda.
  2. Selektif: persepsi dipengaruhi oleh keadaan psikologis si perseptor. Dalam arti bahwa banyaknya informasi dalam waktu yang bersamaan dan keterbatasan kemampuan perseptor dalam mengelola dan menyerap informasi tersebut, sehingga hanya informasi tertentu saja yang diterima dan diserap. 
  3. Proses organisasi yang selektif: beberapa kumpulan informasi yang sama dapat disusun ke dalam pola-pola menurut cara yang berbeda-beda.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Ada sejumlah faktor yang bekerja untuk membentuk dan terkadang memutar-balikkan persepsi. Faktor-faktor tersebut antara lain :
  1. Pelaku persepsi (perceiver)
  2. Objek atau yang dipersepsikan
  3. Konteks dari situasi dimana persepsi itu dilakukan
Aspek-aspek Persepsi

Pada hakekatnya sikap adalah merupakan suatu interelasi dari berbagai komponen, dimana komponen-komponen tersebut menurut Allport (dalam Mar’at, 1991) ada tiga yaitu:

Komponen Kognitif
Yaitu komponen yang tersusun atas dasar pengetahuan atau informasi yang dimiliki seseorang tentang obyek sikapnya. Dari pengetahuan ini kemudian akan terbentuk suatu keyakinan tertentu tentang obyek sikap tersebut.
Komponen Afektif
Afektif berhubungan dengan rasa senang dan tidak senang. Jadi sifatnya evaluatif yang berhubungan erat dengan nilai-nilai kebudayaan atau sistem nilai yang dimilikinya.
Komponen Konatif
Yaitu merupakan kesiapan seseorang untuk bertingkah laku yang berhubungan dengan obyek sikapnya.

KOGNISI SOSIAL

Pengertian Kognisi Sosial

Menurut Baron & Byrne (2000) kognisi sosial merupakan cara individu untuk menganalisa, mengingat dan menggunakan informasi mengenai kejadian atau peristiwa-peristiwa sosial.
Dalam menganalisa suatu peristiwa, terdapat 3 proses, yaitu:
  • attention : proses pertama kali terjadi dimana individu memperhatikan gejala-gejala sosial yang ada disekelilingnya
  • encoding : memasukkan apa yang diperhatikan ke dalam memorinya dan menyimpannya
  • retrieval : apabila kita menemukan gejala yang mirip kita akan mengeluarkan ingatan kita dan membandingkan apabila ternyata sama maka kita bisa mengatakan sesuatu mengenai gejala tersebut atau bisa juga individu mengeluarkan ingatannya ketika akan menceritakan peristiwa yang dialami.
Dalam kognisi sosial dikenal istilah skema yang merupakan semacam kerangka atau gambaran yang membantu individu dalam mengorganisasikan informasi-informasi suatu fenomena yang diperhatikan individu. Terdapat 3 macam jenis skema, yaitu:
  • person : gambaran mengenai atribut-atribut atau ciri-ciri dari individu lain atau diri individu itu sendiri
  • roles : gambaran mengenai tugas dan peranan individu-individu di sekeliling kita
  • events : gambaran mengenai peristiwa-peristiwa sosial yang dialami atau dilihat individu sehari-hari.
RESUME KONSEP DASAR PERILAKU SOSIAL (KONFORMITAS, PROSOSIAL,  AGRESI )

KONFORMITAS

Konformitas sosial adalah proses dimana tingkah laku seseorang terpengaruh atau dipengaruhi oleh orang lain di dalam suatu kelompok. Cara seseorang terpengaruh ada bermacam-macam, ada yang secara tidak langsung ataupun tidak langsung. Memakai sepatu berwarna hitam karena ada teguran dari teman kelompok adalah contoh pengaruh langsung sedangkan memakai sepatu berwarna hitam karena semua teman kelompok memakai sepatu berwarna hitam adalah pengaruh tidak langsung yang menyebabkan seseorang melakukan konformitas. Menurut Herbert Kelman, seorang Psikolog dari Harvard University, bentuk dari konformitas dibagi menjadi 3 macam,yaitu:
  • Identifikasi (Saat seseorang meniru tokoh yang diidolakan, seperti ayah atau artis)
  • Internalisasi
  • Compliance
Internalisasi atau juga disebut pengaruh informasional muncul pada saat standar sosial yang jelas ambigu. Sebagai contoh, Dodi dan teman sekelasnya ditugaskan untuk membuat tugas oleh guru, tetapi tidak ada yang tahu apakah tugas tersebut dikumpulkan esok hari atau minggu depan. Karena situasinya ambigu, Dodi bertanya-tanya pada teman sekelasnya, dan rata-rata dari mereka akan mengumpulkan tugasnya minggu depan. Karena mendengar hal tersebut, Dodi pun ikut mengumpulkan tugas tersebut minggu depan, tanpa peduli mana yang benar. Lain halnya dengan compliance atau juga disebut pengaruh normatif. Pada perilaku konform yang ini, seseorang mengikuti perilaku kelompoknya meskipun ia berpendapat berbeda dengan kelompoknya.

Bila merujuk pada faktor yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan perilaku konform, hal tersebut kembali pada seberapa kuat keyakinan seseorang pada dirinya sendiri terlepas dari tekanan kelompok sosial yang diterimanya.

PROSOSIAL

Tingkah Laku Altruistik

Perilaku prososial adalah tindakan yang menguntungkan orang lain tetapi tidak memberikan keuntungan yang nyata bagi orang yang melakukan tindakan tersebut. Perilaku prososial kadang-kadang dapat melibatkan risiko di pihak orang yang memberikan bantuan. 

Istilah-istilah lain, seperti perilaku menolong, amal kebajikan, dan volunterisme juga digunakan untuk menggambarkan tentang hal-hal “baik” yang dilakukan orang untuk memberikan bantuan yang dibutuhkan kepada orang lain.


Istilah altruisme terkadang digunakan secara bergantian dengan tingkah laku prososial, tetapi altruisme yang sebenarnya adalah tingkah laku yang merefleksikan pertimbangan untuk tidak mementingkan diri sendiri demi kebaikan orang lain. Terdapat juga istilah bystander yang merupakan orang yang kebetulan ada di tempat kejadian dan turut menyaksikan kejadian itu.

Model Pengambilan Keputusan Untuk Membantu Orang Lain
  1. Menyadari adanya situasi darurat.
  2. Menginterpretasikan keadaan sebagai situasi darurat.
  3. Mengasumsikan bahwa adalah tanggung jawabnya untuk menolong.
  4. Mengetahui apa yang harus dilakukan.
  5. Mengambil keputusan terakhir untuk menolong.
Pengaruh Pribadi Dalam Tingkah Laku Prososial

Terdapat faktor-faktor tambahan yang juga memiliki pengaruh pada kemungkinan bystander menolong atau tidak, yaitu:
1.       Menolong orang yang disukai.
2.       Atribusi menyangkut tanggung jawab korban.
3.       Model-model prososial: Kekuatan dari contoh positif.
AGRESI

Agresi merujuk pada perilaku yang dimaksudkan untuk membuat objeknya mengalami bahaya atau kesakitan. Agresi dapat dilakukan secara verbal atau fisik. Perilaku yang secara tidak sengaja menyebabkan bahaya atau sakit bukan merupakan agresi. Pengrusakan barang dan perilaku destruktif lainnya juga termasuk dalam definisi agresi. Agresi tidak sama dengan ketegasan.

Jenis–jenis agresi menurut ‘’Moyer’’ serangan terhadap mangsa oleh pemangsa.
  1. Agresi antar jantan : kompetisi antara jantan dari spesies yang sama mengenai akses
  2. terhadap sumber tertentu seperti betina, dominansi, status, dsb.
  3. Agresi akibat takut : agresi yang dihubungkan dengan upaya menghindari ancaman.
  4. Agresi teritorial : mempertahankan suatu daerah teritorial dari para penyusup.
  5. Agresi maternal : agresi dari perempuan/betina untuk melindungi anaknya dari ancaman. Ada juga agresi paternal.
  6. Agresi instrumental : Agresi yang ditujukan untuk mencapai suatu tujuan.
  7. Agresi inidianggap sebagai respon yang dipelajari terhadap suatu situasi.

6. RESUME MOTIF DAN MOTIVASI  (KONSEP, INDIKATOR, PENGUKURAN)

MOTIF

Konsep Motif

Abin Syamsuddin Makmun mengartikan motif adalah suatu keadaan yang kompleks dan kesiapsediaan dalam diri individu (organisme) untuk bergerak ke arah tujuan tertentu, baik disadari maupun tidak disadari. Dari pengertian itu, dapat diperoleh gambaran bahwa setiap kegiatan individu selalu ada kekuatan yang mendorongnya dan selalu mengarah kepada suatu tujuan. 

Sebenarnya ada istilah lain yang mempunyai pengertian yang hampir bersamaan dengan motif itu yaitu drives dan needs. Untuk melihat perbedaan aturan ketiga istilah tersebut Moh. Surya dan Nana Syaodih Sukmadinata memberikan penjelasannya sebagai berikut :

Drives terutama digunakan untuk dorongan – dorongan dasar atau kebutuhan dasar seperti: makan, minum, perlindungan, s*ks dan lain – lain. Needs digunakan dalam pengertian bila pada individu adanya satu kekurangan. Sedangkan motif dipergunakan untuk dotongan – dorongan selain yang termasuk drives dan needs.

Indikator Motif

Durasi kegiatannya (berapa lama kemampuan menggunakan waktunya untuk melakukan kegiatan).
Frekuensi kegiatannya (sering tidaknya kegiatan itu dilakukan dalam periode waktu tertentu).
Persistensinya (ketetapan dan kelekatannya) pada tujuan kegiatan yang dilakukan.

Devosi (pengabdian) dan pengorbanan (uang, tenaga, pikiran, bahkan jiwanya) untuk mencapai tujuan.

Ketabahan, keuletan, kemauannya dalam menghadapi rintangan dan kesulitan untuk mencapai tujuan.
Tingkatan aspirasinya (maksud, rencana, cita – citanya) yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan.

Tingkat kualifikasi dari prestasi, produk atau output yang dicapai dari kegiatannya (berapa banyak, memadai atau tidak, memuaskan atau tidak).

Arah sikapnya terhadap sasaran kegiatannya (like or dislike, positif atau negatif).

Pengukuran Motif

Motif bukan merupakan benda yang secara langsung dapat diamati, tetapi merupakan suatu kekuatan dalam diri individu yang bersifat abstrak. Oleh karena itu, dalam mengukurnya, yang dapat dilakukan adalah dengan mengidentifikasi beberapa indikator di atas.

MOTIVASI

Konsep Motivasi

Motivasi adalah suatu proses yang meghasilkan suatu intensitas, arah, dan ketekunan individual dalam usaha untuk mencapai tujuan. Motivasi mempunyai fungsi yang sangat penting dalam suatu kegiatan, akan mempengaruhi kekuatan dari kegiatan tersebut, tetapi motivasi juga dipengaruhi oleh tujuan. Makin tinggi dan berarti suatu tujuan, makin besar motivasinya, dan makin besar motivasi akan makin kuat kegiatan yang dilaksanakan. Ketiga komponen kegiatan atau perilaku individu tersebut saling berkaitan erat dan membentuk suatu kesatuan yang disebut sebagai proses motivasi. Proses motivasi ini meliputi tiga langkah, yaitu :

Adanya suatu kondisi yang terbentuk dari tenaga – tenaga pendorong (desakan, motif, kebutuhan dan keinginan) yang menimbulkan suatu ketegangan atau tension.

Berlangsungnya kegiatan atau tingkah laku yang diarahkan kepada pencapaian sesuatu tujuan yang akan mengendurkan atau menghilangkan ketegangan.

Pencapaian tujuan dan berkurangnya atau hilangnya ketegangan.

Motivasi memiliki dua fungsi, yaitu : pertama mengarahkan atau directional function, dan kedua mengaktifkan dan meningkatkan kegiatan atau activating and energizing function. Dalam mengarahkan kegiatan, motivasi berperan mendekatkan atau menjauhkan individu dari sasaran yang akan dicapai. 

Apabila sesuatu sasaran atau tujuan merupakan sesuatu yang diinginkan oleh individu, makan motivasi berperan mendekatkan (approach motivation), dan bila sasaran atau tujuan tidak diinginkan oleh individu, maka motivasi berperan menjauhi sasaran (advoidance motivation). Karena motivasi berkenaan dengan kondisi yang cukup kompleks, maka mungkin pula terjadi bahwa motivasi tersebut sekaligus berperan mendekatkan dan menjauhkan sasaran (approach-avoidance motivation).

7.   RESUME EMOSI (KONSEP, INDIKATOR, PENGUKURAN)

EMOSI

Menurut english dan english, Emosi adalah “A complex feeling state accompanied by characteristic motor and glandular activities”. (suatu keadaan perasaan yang kompleks, yang di sertai karakteristik kegiatan kelenjar dan motoris).

Sarlito Wirawan Sarwono berpendapat, bahwa emosi merupakan “setiap keadaan pada diri seseorang yang disertai dengan warna afektif, baik pada tingkat lemah (dangkal) maupun pada tingkat yang kuat (mendalam).

Pengaruh Emosi terhadap Perilaku dan Perubahan Fisik Individu

Telah dikemukakan bahwa emosi itu merupakan warna efektif yang menyertai setiap keadaan atau perilaku individu. Yang dimaksud warna efektif adalah perasaan-perasaan tertentu yang dialami individu pada saat menghadapi (menghayati) suatu situasi tertentu. Contohnya: gembira, bahagia, putus asa, terkejut, benci (tidak senang), dsb.

Beberapa contoh tentang pengaruh emosi terhadap perilaku individu diantaranya:
  1. Memperkuat semangat, apabila orang merasa senang, atau puas atas hasil yang telah dicapai
  2. Melemahkan semangat, bila timbul rasa kecewa, karena kegagalan dan sebagainya puncak dari keadaan ini ialah timbulnya rasa putus asa (frustasi)
  3. Menghambat atau mengganggu konsentrasi belajar, bila sedangkan mengalami ketegangan emosi, dan bisa juga menimbulkan sikap gugup (nervous) dan gagap dalam bicara.
  4. Terganggu penyesuaian sosial, bila terjadi rasa cemburu dan iri hati.
  5. Suasana emosional yang diterima atau dialami individu semasa kecilnya akan mempengaruhi sikapnya di kemudian hari, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.
Ciri – Ciri Emosi

Menurut H. Syamsu Yusuf LN, emosi sebagai peristiwa psikologis mengandung ciri-ciri sebagai berikut :
  1. Lebih bersifat subyektif dari pada peristiwa psikologis lainnya.
  2. Bersifat fluktuasi (tidak tetap).
  3. Banyak bersangkut paut dengan peristiwa pengenalan panca indera.
Pengelompokkan Emosi
  1. Emosi dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu emosi sensoris dan emosi kejiwaan (psikis).
  2. Emosi sensoris, yaitu emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dari luar terhadap tubuh, seperti : rasa dingin, rasa manis, rasa sakit, rasa lelah, rasa kenyang dan rasa lapar.
  3. Emosi psikis, yaitu emosi yang mempunyai alasan-alasan kejiwaan
  4. Perasaan intelektual, yaitu yang mempunyai sangkut paut dengan ruang lingkup kebenaran. Perasaan ini diwujudkan dalam bentuk:
  • Rasa yakin dan tak yakin terhadap suatu hasil karya ilmiah.
  • rasa gembira, karena mendapat suatu kebenaran
  • Rasa puas, karena dapat menyelesaikan persoalan-persoalan ilmiah yang harus dipecahkan.
Perasaan sosial, yaitu perasaan yang menyangkut hubungan dengan orang lain, baik bersifat perorangan maupun kelompok. Wujud perasaan ini seperti :
1.       Rasa solidaritas
2.       Persaudaraan (ukhuwah)
3.       Simpati
4.       Kasih sayang, dan sebagainya
Perasaan susila, yaitu perasaan yang berhubungan dengan nilai baik dan buruk atau etika (moral). Contohnya seperti :
1.       Rasa tanggung jawab (responsibility)
2.       Rasa bersalah kalau melanggar norma
3.       Rasa tentram dalam mentaati norma
perasaan Keindahan (Estetis) Yaitu perasaan yang berhubungan erat dengan keindahan dari sesuatu, baik bersifat kebendaan maupun kerokhanian.

Dalam kata lain manusia dikaruniai insting religious (naluri beragama). Karena memiliki fitrah ini, kemudian manusia dijuluki sebagai “Homo divinan” atau “Homo Religious”, yaitu sebagai makhluk yang berketuhanan atau makhluk beragama. Fitrah beragama ini merupakan disposisi (kemampuan dasar yang mengandung kemungkinan untuk berkembang). Mengenai arah perkembangannya sangat tergantung kepada proses pendidikan yang diterimanya.

Hal ini sebagaimana telah dinyatakan oleh Nabi Muhammad SAW. : “setiap anak dilahirkan di atas fitrahnya, maka pengaruh pendidikan orang tuanyalah (orang dewasa), anak itu menjadi yahudi, nasrani, atau majusi”. Hadist ini mengisyaratkan, bahwa faktor lingkungan, dalam hal ini orang tua, sangat berperan sekali dalam mempengaruhi fitrah keagamaan anak.

8.  RESUME INTELEGENSI (KONSEP, INDIKATOR)

INTELEGENSI

Donald Stener, menyebutkan intelegensi sebagai suatu kemampuan untuk menerapkan pegetahuan yang sudah ada untuk memecahkan berbagai masalah. Sedangkan menurut David Wechsler, intelegensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. 

Sehingga secara umum, Intelegensi dapat diartikan sebagai suatu tingkat kemampuan dan kecepatan otak mengolah suatu bentuk tugas atau keterampilan tertentu. Kemampuan dan kecepatan kerja otak ini disebut juga dengan efektifitas kerja otak.

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INTELEGENSI

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat intelegensi seseorang, antara lain :

Faktor Bawaan atau Keturunan Penelitian membuktikan bahwa korelasi nilai tes IQ dari satu keluarga sekitar 0,50. Sedangkan di antara 2 anak kembar, korelasi nilai tes IQnya sangat tinggi, sekitar 0,90. Bukti lainnya adalah pada anak yang diadopsi. IQ mereka berkorelasi sekitar 0,40 – 0,50 dengan ayah dan ibu yang sebenarnya, dan hanya 0,10 – 0,20 dengan ayah dan ibu angkatnya. Selanjutnya bukti pada anak kembar yang dibesarkan secara terpisah, IQ mereka tetap berkorelasi sangat tinggi, walaupun mungkin mereka tidak pernah saling kenal.

Faktor Lingkungan

Walaupun ada ciri-ciri yang pada dasarnya sudah dibawa sejak lahir, ternyata lingkungan sanggup menimbulkan perubahan-perubahan yang berarti. Intelegensi tentunya tidak bisa terlepas dari otak. Perkembangan otak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Selain gizi, rangsangan – rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan juga memegang peranan yang amat penting.

TES INTELEGENSI (IQ)

Test Intelegensi adalah salah satu test psikologik yang sampai sekarang masih dianggap valid . Test ini adalah suatu cara numerik untuk menyatakan taraf intelegensi dengan rumus :

H.I = (UMUR MENTAL) / (UMUR KALENDER) × 100 H.I = Hasil Bagi Intelegensi / IQ
Umur mental didapat pada test intelegensi, umur kalender diambil paling tinggi 15 biarpun sebenarnya lebih, karena dengan test intelegensi yang ada Sekarang sukar untuk mengukur perbedaan intelegensi diatas umur 15 tahun. (Maramis,1980: 172)

Retardasi mental adalah keadaan dengan intelegensi yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak). Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan (seperti juga pada demencia), tetapi gejala utama (yang menonjol) ialah intelegensi yang terbelakang, Retardasi mental disebut juga Oligofrenia (oligo = kurang atau sedikit dan fren = jiwa) atau tuna mental. (Maramis,1980. 386)

RESUME BAKAT (KONSEP, INDIKATOR, PENGUKURAN)

BAKAT

Pengertian Bakat

Bakat (aptitude) adalah kemampuan bawaan yang merupakan potensi yang masih perlu dikembangkan atau dilatih untuk mencapai suatu kecakapan, pengetahuan dan keterampilan khusus, misalnya kemampuan berbahasa, bermain musik, melukis, dan lain-lain. Seseorang yang berbakat musik misalnya, dengan latihan yang sama dengan orang lain yang tidak berbakat musik, akan lebih cepat menguasai keterampilan tersebut. Untuk bisa terealisasi bakat harus ditunjang dengan minat, latihan, pengetahuan, pengalaman agar bakat tersebut dapat teraktualisasi dengan baik.

Sehubungan dengan cara berfungsinya, ada 2 jenis bakat :
·  Kemampuan pada bidang khusus (talent) misalnya bakat musik, melukis, dll.
·         Bakat khusus yang dibutuhkan sebagai perantara untuk merealisir kemampuan khusus misalnya bakat melihat ruang (dimensi) dibutuhkan untuk merealisasi kemampuan di bidang arsitek

Bakat bukanlah merupakan trait atau sifat tunggal, melainkan merupakan sekelompok sifat yang secara bertingkat membentuk bakat. Misalnya dalam bakat musik terdapat kemampuan membedakan nada, kepekaan akan keserasian suara, kepekaan akan irama dan nada. Bakat baru muncul atau teraktualisasi bila ada kesempatan untuk berkembang atau dikembangkan, sehingga mungkin saja terjadi seseorang tidak mengetahui dan tidak mengembangkan bakatnya sehingga tetap merupakan kemampuan yang latent.
  • Pengukuran Bakat / Tes Bakat
Tes bakat bertujuan membantu memberikan gambaran mengenai kemampuan seseorang di berbagai area minatnya di bidang-bidang tertentu, untuk kemudian merencanakan dan membuat keputusan mengenai pilihan pendidikan atau pekerjaan.

Melalui tes bakat diperoleh gambaran mengenai berbagai bidang kemampuan dan minat seseorang. Hasil tes bakat tidak dapat menentukan dengan mutlak pekerjaan atau karir apa yang harus dijalani, juga tidak untuk menjawab pertanyaan yang sangat khusus, misalnya “Apakah saya dapat menjadi seorang sekretaris?”

Tes bakat dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti misalnya :

Apakah saya cocok untuk memilih bidang kedokteran?

Manakah bidang yang lebih baik bagi saya, bidang keteknikan atau kedokteran?

Apakah kelebihan dan kekurangan saya, apabila saya ingin menjadi seorang

akuntan?

Setiap orang mempunyai bakat-bakat tertentu, masing-masing dalam bidang dan derajat yang berbeda-beda. Guru, orang tua, pembimbing perlu mengenal bakat anak–anaknya sehingga dapat memberikan pendidikan dan menyediakan pengalaman sesuai dengan kebutuhan masing–masing.
Hal–hal Yang Mempengaruhi Bakat

Pengaruh unsur genetik, khususnya yang berkaitan dengan fungsi otak bila dominan otak sebelah kiri, bakatnya sangat berhubungan dengan masalah verbal, intelektual, teratur, dan logis dan bila dominan dengan otak kanan berhubungan dengan masalah spasial, non verbal, estetik, artistik serta atletis.

Latihan: Bakat adalah sesuatu yang sudah dimiliki secara alamiah, yang mutlak memerlukan latihan untuk membangkitkan dan mengembangkannya. Struktur tubuh mempengaruhi bakat seseorang. Seorang yang bertubuh atletis akan memudahkannya menggeluti bidang olah raga atletik.

Cara Mengembangkan Bakat :
  • Perlu keberanian, Berani memulai, berani gagal, berani berkorban (perasaan, waktu, tenaga, pikiran, dsb), berani bertarung. Keberanian akan membuat kita melihat jalan keluar berhadapan dengan berbagai kendala.
  • Perlu didukung latihan 
  • Bakat perlu selalu diasah, latihan adalah kunci keberhasilan.
  • Perlu didukung lingkungan 
  • Lingkungan disini termasuk manusia, fasilitas, biaya, dan kondisi sosial yang turut berperan dalam usaha pengembangan bakat.
  • Perlu memahami hambatan dan mengatasinya
  • Maksudnya disini perlu mengidentifikasi dengan baik kendala – kendala yang ada, kemudian dicari jalan keluar untuk mengatasinya.
RESUME MINAT (KONSEP, INDIKATOR, PENGUKURAN)

MINAT

A.   Pengertian Minat

Minat diartikan sebagai kehendak, keinginan atau kesukaan (Kamisa, 1997 : 370). Minat adalah sesuatu yang pribadi dan berhubungan erat dengan sikap. Minat dan sikap merupakan dasar bagi prasangka, dan minat juga penting dalam mengambil keputusan. Minat dapat menyebabkan seseorang giat melakukan menuju ke sesuatu yang telah menarik minatnya. (Gunarso, 1995 : 68). Minat merupakan sumber motivasi yang mendorong orang untuk melakukan apa yang mereka inginkan bila mereka bebas memilih (Hurlock, 1995 : 144).

Minat terbagi menjadi 3 aspek, yaitu: (Hurlock, 1995 : 117)
  1. Aspek Kognitif, Berdasarkan atas pengalaman pribadi dan apa yang pernah dipelajari baik di rumah, sekolah dan masyarakat serta dan berbagai jenis media massa.
  2. Aspek Afektif, Konsep yang membangun aspek kognitif, minat dinyatakan dalam sikap terhadap kegiatan yang ditimbulkan minat. Berkembang dari pengalaman pribadi dari sikap orang yang penting yaitu orang tua, guru dan teman sebaya terhadap kegiatan yang berkaitan dengan minat tersebut dan dari sikap yang dinyatakan atau tersirat dalam berbagai bentuk media massa terhadap kegiatan itu. 
  3. Aspek Psikomotor, Berjalan dengan lancar tanpa perlu pemikiran lagi, urutannya tepat. Namun kemajuan tetap memungkinkan sehingga keluwesan dan keunggulan meningkat meskipun ini semua berjalan lambat.
B.    Macam minat
Minat dibedakan menjadi 2 yaitu: (Witherington, 1999 : 26)
  1. Minat primitif disebut pula minat biologis, yaitu minat yang berkisar soal makanan dan kebebasan aktifitas. 
  2. Minat kultural disebut juga minat sosial yaitu minat yang berasal dari perbuatan yang lebih tinggi tarafnya
Beberapa kondisi yang mempengaruhi minat
  1. Status ekonomi
  2. Pendidikan
  3. Tempat tinggal
Faktor–faktor utama yang mempengaruhi minat seseorang (Yuwono, 2001 : 40)
  1. Kondisi pekerjaan
  2. Sistem pendukung
  3. Pribadi pekerja

DAFTAR PUSTAKA

http://google.co.id/motif_dan_motivasi
http://id.wikipedia.org/wiki/Motif_(psikologi)
Prayitno. 1994. Dasar – dasar bimbingan dan konseling. Jakarta : RINEKA CIPTA.
Yusuf, Syamsu.2008. Landasan Bimbingan & Konseling. Bandung : PT.REMAJA ROSDAKARYA.

Materi lainnya :
Seni Konseling (RESUME) Dalam Bimbingan dan Konseling
Sejarah Perkembangan Ilmu Kesehatan Mental

Artikel Terkait

Terimakasih Sudah Meluangkan Waktu Berkunjung Di Blog Ini 😁


EmoticonEmoticon