Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014 Tentang Bimbingan dan Konseling Pada Pendidikan Dasar dan Menengah

Permendikbud nomer 111 tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling merupakan dasar kajian tentang bimbingan dan konseling dalam pendidikan.

Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014


Peraturan ini juga mempertegas keberadaan bimbingan dan konseling dan satuan pendidikan di Indonesia.

Dengan diterbitkannya Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014 Tentang Bimbingan dan Konseling Pada Pendidikan Dasar dan Menengah, maka semakin kokoh kedudukan bimbingan dan konseling di sekolah terutama pada pendidikan dasar dan menengah.

Peraturan menteri ini juga sebagai pijakan atau rujukan Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor dalam melaksanakan tugas Layanan Bimbingan dan Konseling di sekolah terutama permasalahan jam masuk kelas yang selama ini menjadi perdebatan.

Dalam pasal 6 ayat (4) dijelaskan bahwa:

”Layanan Bimbingan dan Konseling sebagaimana dimaksud pada ayat ( 3 ) yang diselenggarakan di dalam kelas dengan beban belajar 2 ( dua ) jam perminggu”

Pasal tersebut di atas juga dipertegas dalam lampiran permendikbud nomor 111 tahun 2014 pada halaman 18 no. 4. Kegiatan dan Alokasi Waktu Layanan

a. Kegiatan Layanan pada alinea dua dijelaskan bahwa Layanan Bimbingan dan Konseling diselenggarakan secara terprogram berdasarkan asesmen kebutuhan (need assesment) yang dianggap penting (skala prioritas) dilaksanakan secara rutin dan berkelanjutan (scaffolding).

Semua peserta didik harus mendapatkan layanan bimbingan dan konseling secara terencana, teratur, dan sistematis serta sesuai dengan kebutuhan.


Untuk itu, Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling dialokasikan jam masuk kelas selama 2 (dua) jam pembelajaran per minggu setiap kelas secara rutin terjadwal.

Sehubungan dengan penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling di SD /MI dijelaskan bahwa Pelaksanaannya dilakukan oleh Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling dan bukan oleh Guru Kelas atau Wali Kelas seperti yang tercantum dalam pasal 10 ayat (1).

Dalam pasal 10 ayat ( 2 ) dijelaskan juga bahwa:

”Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling pada SMP/MTs atau yang sederajat, SMA/MA atau yang sederajat, dan SMK/MAK atau yang sederajat dilakukan oleh Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling dengan rasio satu Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling melayani 150 konseli atau peserta didik".

Dipertegas juga pada Lampiran Permendikbud ini pada halaman 37 no. 2) dan 3) Satuan Pendidikan SMP/MTs/SMPLB dan satuan Pendidikan SMA/MA/SMALB, SMK/MAK bagian b. dijelaskan bahwa:

”Setiap satuan pendidikan SMP/MTs/SMPLB diangkat sejumlah Konselor atau Guru Bimbingan dan Konselingdengan rasio 1 : (150 – 160) ( satu konselor atau guru bimbingan dan konseling melayani 150 – 160 orang peserta didik / konseli).

Demikian juga pada satuan pendidikan di SMA/MA/ SMALB SMK/MAK.

Sebagai Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor kita patut bersyukur karena tidak ada yang perlu diperdebatkan lagi tentang jam masuk kelas atau rasio antara guru bimbingan dan konseling atau konselor karena aturannya sudah jelas. Sekarang yang perlu kita tunggu adalah petunjuk pelaksanaannya agar tidak terjadi kebingungan di kalangan Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor di lapangan.

Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor tidak perlu bingung karena sesuai dengan yang dijelaskan dalam pasal 12 ayat ( 2 ) akan ada semacam Buku Panduan Operasional Layanan Bimbingan dan Konseling dalam pelaksanaannya di sekolah.

Semoga Permendikbud ini merupakan titik awal bagi pengakuan keberadan Bimbingan dan Konseling sebagai suatu profesi yang disejajarkan dengan profesi–profesi lainnya

Sumber: mintotulus.wordpress.com

Artikel Terkait

simple ,, toleran ,, gampang menyusaikan keadaan :)

Terimakasih Sudah Meluangkan Waktu Berkunjung Di Blog Ini 😁


EmoticonEmoticon